Epilog
Suara keramaian di sebuah ruangan yang berukuran tak terlalu besar terdengar saat seseorang tengah membagikan makanan. Mereka berebut untuk mendapatkan makanan yang diberikan dari balik celah besi. Sebenarnya ini bukanlah waktu makan siang, tetapi ada seseorang yang berbaik hati datang untuk berbagi rezekinya.
“Lee Jeno,” panggil seseorang yang tadi membagikan makanan.
Yang empunya nama langsung bergerak mendekat. “Ya?”
“Ada seseorang yang mengunjungimu.”
Orang itu dengan cepat membuka gembok dan setelahnya mengunci kembali pintu besi dengan rapat.
Jeno dengan ditemani orang itu berjalan hingga sampai ruangan yang memiliki bilik seperti warung telepon. Ia langsung duduk dengan raut cerah ketika melihat siapa yang datang berkunjung. Langsung saja ia meraih gagang telepon yang ada untuk berkomunikasi dengan tamunya.
“Happy birthday!” seru Donghyuck dari sisi lain.
Senyum Jeno merekah. “Thank you.”
“Rencananya gue, Kak Joy, Bang Doyoung, dan Yangyang mau berkunjung, tapi lo tahu sendiri gak boleh lebih dari satu orang yang berkunjung dalam waktu yang bersamaan.”
Jeno mengangguk paham. Tentu saja ia tahu akan peraturan itu.
“Mereka nitip ucapan ulang tahun buat lo, Jen.”
“Bilang ke mereka makasih dari Jeno.”
Donghyuck membuat tanda oke dengan jarinya. “Oke.”
“Udah mau satu tahun lo di sini. Waktu jalannya cepat, ya,” celetuk Donghyuck.
“Iya. Gue bersyukur karena itu. Jadi, gue gak merasa lama banget di sini.” Setelahnya Jeno tertawa pelan.
Satu tangan Donghyuck merogoh sakunya. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, segera dikeluarkannya benda berbentuk persegi panjang itu. “Ada surat dari Jaemin buat lo.”
Bukan sekali Jaemin mengirimkan surat pada Jeno. Ini adalah kesekian kalinya dan surat yang dirikimkan selalu dibacakan oleh orang yang membawakan karena ia tak bisa menerima surat itu untuk ia simpan dan dibaca sendiri.
Donghyuck membuka amplop berawarna putih itu dan mengeluarkan secarik kertas bertinta hitam dari dalam. Ia menatap Jeno. “Gue bacakan, ya.”
Jeno memberikan persetujuan berupa anggukan.
Tak mau menghabiskan waktu, Donghyuck langsung membacakan isi surat itu.
Dear Jenmoongie,
Selamat ulang tahun kesayangannya Nana! Aku gak tahu surat ini sampai Korea tepat waktu atau terlambat. Kalau terlambat berarti happy belated birthday. :p
Pertanyaan aku masih tetap sama, kapan kita bisa chat lewat ponsel? Kapan kita bisa video call? Kamu udah tahu nomor ponsel aku, lho.
Aku gak mau terima jawaban yang sama. >:(
Jen, kuliah lagi lanjut S2 sambil kerja ternyata capek. Aku baru berasa capeknya sekarang. :(
Kamu di sana apa kabar? Aku udah lama gak lihat drama-drama atau film yang ada kamunya, nih. Kamu gak ikutan berhenti jadi aktor, kan?
Ayah aku sibuk banget. Bisa aja aku colong kesempatan buat pergi ke Korea, tapi kamu pasti gak akan setuju dan marah sama aku.
Kamu harus tahu ibu aku tanya kamu terus. Semenjak salah satu surat dari kamu ada yang kebaca sama ibu, tuh, begitu. Eh, iya, kamu gak marah, kan, kalau ibuku tahu kita pacaran?
Aku kasih kamu hadiah ulang tahun. Jangan lupa kasih tahu aku tanggapan kamu soal hadiahnya, oke?
Jaga diri baik-baik, ya, sayang. I love you.
Salam sayang, Nana. <3
Donghyuck melipat kertas itu dan kembali memasukkannya ke dalam amplop putih.
“Hadiah dari Jaemin mana, Hyuck?”
Donghyuck mengeluarkan senyuman bodohnya. “Gue lupa bawa.”
Raut Jeno berubah datar.
“Hadiahnya itu sweater rajutan buatan Jaemin warna biru tua. Di dalam kotak hadiahnya ada tulisannya.”
“Gimana gue mau kasih tanggapan kalau gue gak tau barangnya.”
“Bagus banget, Jen. Serius, deh, gue.”
“Udah lo cobain, ya?”
Kepala Donghyuck menggeleng cepat. “Belum. Baru gue lihat aja.”
“Yaudah nanti lo cobain terus kasih tanggapannya ke Jaemin, ya.”
Donghyuck melongo. “Masa gue yang kasih tanggapan?”
“Ya, mau gimana. Lo tahu sendiri, barang yang dititip ke polisi nanti gak akan sampai ke gue.”
“Benar juga.”
“Sekalian, ya, gue minta tolong balas suratnya Jaemin.”
Donghyuck terkejut. “Biasanya juga lo sendiri. Gue bagian ketik doang.”
“Untuk kali ini gue bingung mau kasih alasan apalagi.”
Donghyuck tak memberi tanggapan, sementara Jeno diam. Mereka terdiam untuk beberapa detik saja karena Donghyuck kembali berbicara. “Kasih tahu yang sebenarnya aja kali, ya?”
Jeno menggeleng seraya melotot. “Jangan. Hubungan Jaemin dan ayahnya udah mulai membaik. Gue gak mau hubungan mereka buruk lagi.”
Donghyuck menghela napas. “Mau bagaimanapun, suatu saat akan ketahuan juga kalau lo masuk penjara karena ayahnya dia.”
“Kayaknya gak, deh. Lo tahu seberkuasa apa ayahnya. Soal itu gak akan bocor ke Jaemin.”
Benar, Jeno sedang menjalani masa hidupnya di balik jeruji besi karena Tuan Na. Beberapa hari setelah kepergian Tuan Na sekeluarga, polisi mendatangi rumah Jeno. Mereka langsung menangkap Jeno dengan tudingan melakukan pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap Jaemin. Seberusaha keras Jeno memberikan pernyataan terkait kebenaran video yang ternyata telah diedit, ia tetap kalah karena Tuan Na telah menyuap pihak kepolisian. Selain itu, Tuan Na mengancam siapa saja yang berani melawan dan membeberkan kebenaran, termasuk keluarga Jeno sendiri, teman-temannya, dan bahkan para penggemar. Media tak ada yang memberitakan soal itu, karenanya Jaemin tak tahu menahu perihal Jeno sekarang.
“Sumpah, ya, Jen. Seandainya gue tahu kelemahannya itu orang, bakalan gue buat dia masuk penjara.”
Senyum miris Jeno tampilkan. “Sayangnya susah untuk tahu kelemahannya. Dan orang-orang pasti akan bela dia dan melindungi dia.”
Seseorang yang menemani Jeno ke ruangan itu mendekat. “Waktu kunjungan telah berakhir.”
Jeno kembali memusatkan atensi pada Donghyuck setelah berpaling dari seseorang yang tak lain adalah polisi. “Sampai ketemu lagi, Hyuck. Jangan lupa balas suratnya Jaemin.”
Donghyuck dari sisi lain mengangguk. “Siap. Sampai ketemu lagi, Jen.”
Baik Donghyuck dan Jeno sama-sama kembali meletakkan gagang telepon pada tempatnya. Mereka secara serempak berdiri dan melangkah ke arah yang berbeda, menjauhi kursi yang sempat mereka duduki.
chywinggum / April 9 2022