Friendship Anniversary

Pemandangan dari lantai tempat dimana Jeno dan Jaemin tengah melaksanakan kegiatan makan malam sangat memukau. Pendar-pendar cahaya yang dihasilkan dari berbagai tempat dan kendaraan di bawah sana terlihat begitu indah dari ketinggian beberapa ratus meter dari permukaan tanah.

Tidak sembarang keduanya memilih tempat untuk menghabiskan malam, setelah hampir satu hari penuh berada di sebuah arboretum, dengan menyantap hidangan lezat salah satu hotel bintang lima yang ada di ibukota negara mereka.

Tentu keduanya sepakat untuk memilih konsep fine dining karena tidak ingin menjadi pusat perhatian banyak orang selagi menyantap hidangan yang menggugah selera.

Beberapa piring yang berada di atas meja yang dipesan oleh keduanya sudah terlihat kosong. Kudapan itu berpindah tempat dari piring ke dalam tubuh mereka begitu cepat.

“Min,” panggil Jeno. Lelaki itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi empuk seraya menatap lurus objek yang ada di hadapannya.

Yang dipanggil menghentikan kegiatan menyuap-makanan-ke-dalam-mulut dengan segera dan membalas tatapan sahabatnya tanpa mengucap sebuah kalimat karena mulutnya tengah bekerja melunakkan makanan agar dapat ditelan.

“Jawab dengan jujur, ya.” Jeno mencondongkan tubuhnya, kedua siku bertumpu pada meja. “Sebenarnya lo risih gak dipasang-pasangin gitu sama gue oleh orang-orang?”

Setelah menelan makanan yang sempat dikunyah, Jaemin berbicara, “Gue gak risih kok. Lagipula hal semacam itu kayaknya udah bukan hal asing lagi di dunia hiburan.”

Jeno setuju dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh sahabatnya itu. Banyak sekali artis, mulai dari idol, aktor dan aktris, dan penyanyi solo, dipasang-pasangkan oleh orang-orang karena menurut mereka serasi.

Bagi Jeno, serasi dimata mereka belum tentu serasi bagi yang dipasangkan.

“Lo risih dipasang-pasangin sama gue, ya?” tanya Jaemin yang kembali menyantap makanan.

Jeno menggeleng cepat. “Gak, kok. Lagipula dipasang-pasangin sama sahabat sendiri yang gue udah tau baik buruknya dan gue tau kalau orang yang bersangkutan gak masalah, ya, gue biasa aja.”

Jaemin dengan mulut penuh makanan mengangguk paham.

“Alasan lo sama kayak alasan gue,” kata Jaemin seusai menelan habis makanan dalam mulutnya.

Jaemin mencondongkan tubuhnya, mengambil tisu yang berada di sebelah kirinya dan menatap objek yang ada di depannya. Tindakannya menimbulkan tanda tanya bagi Jeno.

“Ada apa?” tanya Jeno.

“Sini majuan,” pinta Jaemin.

Jaemin langsung mengelap bagian bibir Jeno dan sekitarnya dengan tisu setelah lelaki itu memajukan tubuhnya.

“Masih belum berubah, ya. Makannya kayak ayam, berantakan.” Jaemin terkekeh diakhir kalimatnya.

Jeno ikut terkekeh berkat ucapan Jaemin.

Jika dipikir Jeno membiarkan siapa saja melakukan seperti apa yang Jaemin lakukan barusan, maka jawabannya salah. Hanya Jaemin yang boleh melakukannya. Donghyuck dan Yangyang? Mereka berdua akan menerima bogem bahkan sebelum berhasil menyentuh bibir Jeno.

“Pacar lo pernah cemburu gak sama gue?” tanya Jeno setelah menghabiskan seluruh makanan yang dia pesan beserta segelas lemonade.

“Dia pernah bilang ke gue kalau dia pernah cemburu sama lo. Tapi, dia tepis karena dia tau gue sama lo cuma sebatas sahabat. Terus katanya hubungan persahabatan kita lebih lama dibanding hubungan dia sama gue. Jadi, dia berpikiran kalau cemburu sama lo, tuh, gak perlu.”

“Cemburu itu perlu, kok. Walaupun sama sahabat dari pacar. Karena ke depannya kita gak akan tau, kan, bakal seperti apa?”

Jaemin yang bingung mengangkat alis tebalnya. “Maksud dari kalimat ke depannya kita gak akan tau itu apa, ya?”

“Maksudnya, di masa mendatang hubungan kita bisa aja lebih dari sekedar hubungan pertemanan.”

“Kemungkinan itu terjadi, ya, bisa aja, sih.”

Suasana berubah hening karena Jaemin tengah sibuk menghabiskan makanan yang masih ada di piringnya sementara Jeno dengan sengaja memilih untuk tidak berbicara. Dia membiarkan Jaemin menghabiskan makanan dalam damai.

Akhirnya seluruh makanan yang mereka pesan telah ludes. Perut mereka sedikit membuncit akibat makanan yang mereka santap.

“Mau langsung pulang atau nunggu makanan lo turun dulu?” tanya Jeno pada Jaemin.

“Langsung pulang aja. Gue udah agak ngantuk,” jawab Jaemin seraya bangkit dari kursinya.

“Gue nginep di condo lo, boleh?” tanya Jeno sebelum beranjak dari kursinya.

“Emangnya besok lo gak ada jadwal?”

Jeno telah berdiri, kursi yang sempat dia duduki telah dirapihkan. “Gak ada. Besok gue senggang. Sekalian besok kita baca naskah lagi, yuk. Mau gak?”

Raut Jaemin berubah ceria. “Mau dong. Biar totalitas kita mendalami peran dan buat Pak Yuta terkesan.”

Kemudian mereka beranjak pergi dari restoran hotel bintang lima yang sempat menjadi saksi bisu hubungan pertemanan keduanya.