GF—17
Jaemin yang sedang duduk di pinggir kasur langsung berdiri saat mendengar ketukan pada pintu kamarnya dan dengan kekuatan supernya telah berada di belakang pintu. Satu tangannya terjulur untuk memutar knop pintu. Pintu terbuka dan sosok Jeno yang tersenyum terlihat di baliknya.
Jaemin menggeser tubuhnya, memberikan gestur untuk mempersilahkan Jeno masuk ke dalam kamar. Ia langsung menutup pintu kamarnya setelah Jeno berada di dalam.
“Jaemin, aku minta maaf.”
Ada sedikit rasa tak suka dalam diri Jaemin ketika ia mendengar Jeno mengucapkan namanya alih-alih memanggil dengan panggilan yang biasa.
“Iya, aku udah maafin kamu,” kata Jaemin, menatap Jeno yang tengah melihat sekeliling kamarnya.
“Jaemin, ini aku gak tau benar atau gaknya,” kata Jeno, ia telah selesai melihat-lihat kamar Jaemin, tubuhnya kini menghadap Jaemin yang masih berada di belakang pintu. “Aku... bisa ngerasain emosi kamu.”
Jaemin yang bersandar pada pintu melipat kedua tangannya, menaruh di depan dada dan menatap langsung mata Jeno. “Memang bisa.”
Jaemin melihat perubahan di wajah Jeno. Ia bergerak dari tempatnya, berjalan maju menuju Jeno yang berada di samping kasur. Ia berhenti tepat beberapa centimeter di depan Jeno. “Kamu bisa ngerasain perasaan aku karena aku Tuanmu. Tapi, aku gak bisa ngerasain perasaan kamu.”
“Kenapa begitu?”
“Karena.” Jaemin melangkah maju, membuat jarak diantara dirinya dan Jeno menipis. “Kamu menelan darahku.”
“Tapi kamu juga menelan darahku.”
“Ya, memang. Tapi posisinya kamu masih manusia saat itu. Dan itu gak ada pengaruhnya buat aku.”
Hening. Percakapan antara Tuan dan Slave terhenti begitu saja. Jaemin memperhatikan Jeno yang terlihat berpikir.
“Jaemin,” panggil Jeno. “Aku rasa aku harus pergi dan memberikan tur rumah pada Mark dan Haechan.”
Jaemin baru saja berkedip dan Jeno telah menghilang dari pandangan. Kepalanya sedikir tertunduk, giginya saling menekan, dan pandangannya berubah tajam.
“Sialan.”