Lima Tahun Lalu

[ Jody's side ]

Anak-anak laki-laki kelas dua sekolah menengah pertama tengah berkumpul di sebuah ruangan yang memiliki banyak sofa di penginapan yang berada tak jauh dari pantai. Mereka terlihat membuat lingkaran dengan sebuah botol berada di tengah, salah satu dari mereka memutar botol tersebut.

Tutup botol mengarah pada Jody, yang mana cukup membuat ia merasa sedikit takut. Takut kalau teman-temannya akan menyuruhnya melakukan sesuatu yang gila.

“Jadi, dare buat lo itu...”

Jody menunggu temannya yang sedang berpikir itu. Jemari tangannya saling bersentuhan satu sama lain, bibirnya sedikit dikulum.

“Dare lo itu bilang kalau lo suka sama kak Tirta sambil direkam.”

Jody betul-betul terkejut, kedua matanya melebar seperti telur yang digoreng. “Lo udah gila.”

“Jo, dare adalah dare. Udah jalanin aja sih.”

“Tapi jangan disebar,” pinta Jody.

“Gak janji,” ucap salah satu teman Jody dengan diakhiri senyuman jahil.

“Gue gak mau,” ujar Jody.

“Payah. Bukan laki-laki sejati lo.”

Jody tersinggung mendapat ejekan dari temannya. Ia mengambil ponsel salah satu temannya yang sudah siap sedia untuk merekam dirinya. Ia arahkan ponsel yang layarnya sudah menampilkan mode merekam ke dirinya.

“Tirta, aku suka sama kamu.”

Salah satu teman Jody memekik tertahan setelah kalimat itu meluncur dari bibir Jody.

Jody mengembalikan ponsel itu pada temannya dan memilih untuk pergi dari ruangan itu.


Pintu kamar Jody diketuk pelan, membuat ia yang sudah berbaring dengan selimut yang menutupi tubuhnya sebatas dada menghembuskan napas kesal. Pasalnya ia sudah siap untuk mengarungi dunia mimpi.

Jody menyibak selimut dan bergerak dari atas kasur. Ia berjalan ke arah pintu dengan langkah malas.

“Tirta?” Jody menaikkan alisnya ketika melihat sosok Tirta berada di balik pintu.

“Boleh gue masuk?” pinta Tirta.

“Boleh.”

Jody menggeser tubuhnya, mempersilahkan Tirta memasuki kamar sementaranya. Ia kembali menutup pintu saat Tirta sudah berada di dalam kamar.

“Sebelumnya gue mau minta maaf, gue pasti ganggu lo,” ujar Tirta setelah ia mendudukkan diri di kasur, wajahnya terarah pada Jody.

Sejujurnya Jody memang sempat kesal tetapi ketika mengetahui Tirta adalah orang yang mengganggunya, rasa kesal itu hilang begitu saja.

“Gak, kok.” Jody berjalan ke arah kasur dan duduk di sebelah Tirta. “Lo ada perlu apa kemari jam segini, Ta?”

Tirta memutar tubuhnya menjadi menghadap Jody. “Ada yang mau gue omongin.”

“Tentang?”

“Perasaan gue.” Sempat ada jeda sebelum Tirta mengatakannya.

Dahi Jody mengernyit. “Kenapa sama perasaan lo?”

Jody yang tak terbiasa matanya ditatap langsung secara dalam itu sedikit salah tingkah.

“Aku juga suka sama kamu, Rai.”

Jody kaget bukan main. Tidak pernah disangka kalau Tirta akan mengatakan sesuatu yang seharusnya dapat membuat dirinya merasakan kebahagiaan. Tapi saat ini ia tidak merasakan apapun, atau ia sedang berusaha untuk tidak merasakan apapun.

“Ta... lo pasti udah liat video yang di post temen gue, ya?”

Tirta mengangguk. “Iya, Rai.”

“Begini.” Jody menjelaskan. “Itu gue lagi main dare or dare sama temen-temen gue.”

Jody melihat kilatan kecewa di mata Tirta. Tapi ia berusaha untuk tidak memedulikan itu.

“Terus... kata-kata di kartu ucapan ulang tahun gue tadi pagi itu apa?”

Jody sedikit melebarkan matanya. Ia berusaha mencari alasan yang menurutnya tepat. “Itu cuma bercanda. Gue sempet denger salah satu temen lo bilang kalau lo suka sama gue. Jadi, gue buat kartu ucapannya begitu.”

Itu adalah kesalahan terbesar Jody yang membuatnya menyesal hingga bertahun-tahun. Karena berusaha untuk menolak perasaannya sendiri, ia harus kehilangan Tirta, sahabat sekaligus seseorang yang berarti dalam hidupnya.