Permintaan
Pintu kaca lobi rumah sakit langsung bergeser ke dua arah yang berbeda saat Jody, Tara, dan Winata berada dalam jangkauan jarak beberapa meter.
Setelah berada di dalam, Jody merogoh saku celananya, mengambil ponsel pintar untuk menghubungi Alvin.
“Lo ngapain ngehubungin dia? Tara udah tau ruangan dia dimana,” celetuk Winata saat netranya tak sengaja menangkap ruang obrolan di layar ponsel Jody.
“Ya gapapa sih, Win. Kan dia dipesen begitu sama Alvin.” Tara yang berada di samping Winata berbicara.
Jody mengunci ponsel, membuat layarnya berubah hitam. Lalu, memasukkan kembali ke dalam saku celana. Kepalanya menoleh ke arah kedua temannya, memandang mereka secara bergantian. “Yuk berangkat.”
Beberapa kali Jody menggigit bibir bawah setelah Alvin meminta teman-teman yang menjenguk untuk meninggalkan ruangan, menyisakan ketiga orang di dalam. Dirinya, Tirta, dan Alvin sendiri.
Sedikit memberi jarak dengan memundurkan tubuhnya, menjauh dari ranjang, saat perdebatan kecil terjadi diantara sepasang kekasih yang sebentar lagi hubungan mereka akan kandas.
Ia memperhatikan kedua orang yang ada di depannya dalam diam. Tak sedikit pun terbesit niat untuk membuka suara walau namanya disebut oleh kedua orang itu. Ya, topik perdebatan yang tengah terjadi melibatkan dirinya.
Sebisa mungkin ia menjaga ekspresinya agar tetap tidak terbaca meski ia tahu kalau dirinya menjadi penyebab kandasnya hubungan kedua orang yang ada di sana.
Seperti dirinya yang biasa, jika terjadi adu argumen dan sang lawan bicara belum mempersilahkan dirinya untuk membuka suara, maka ia akan diam.
“Jody, lo mau ngomong sesuatu gak?” Bukan Alvin yang bertanya melainkan Tirta.
Membasahi kerongkongan dengan air liur sendiri dan berdehem pelan sebelum memulai. “Gue akan membenarkan kalau gue dan Tirta pernah ada sesuatu di masa lalu. Gue juga membenarkan kalau gue menyatakan perasaan pas kalian udah menjalin hubungan. Tapi gue gak berniat buat ambil Tirta dari lo, Bang. Gue selama ini berusaha buat move on. Gue mencoba bikin diri gue sibuk. Mulai dari daftar BEM fakultas dan gue lolos interview, terus gue lamar kerja lepas disalah satu WO dan lolos interview juga.”
Jody menjeda ucapannya. Dalam satu tarikan ia mengambil napas lalu dihembuskan perlahan. Kini netranya memandang Tirta yang terlihat mengepalkan kedua tangannya di kedua sisi tubuh. “Gue minta maaf karena gue menghindar dari lo, Ta. Gue minta maaf karena gue yang malah menjauh... padahal dulu gue minta lo buat janji buat jangan menjauh dari gue.”
Kilatan kekecawaan dari mata Tirta sempat dilihat Jody. Namun itu tidak membuat Jody berhenti berbicara. “Gue ngelakuin itu semata biar gue mudah buat move on. Tapi ternyata sampai saat ini, gue belum berhasil juga.”
Jody berjalan mendekat dengan langkah pelan. “Gue akan menjauh dari kalian asalkan kalian tetap bersama. Jangan putus cuma karena adanya gue—”
“Tirta keliatan masih ada rasa sama lo. Pas lo jauhin dia, lo berusaha ngehindar dari dia, Tirta yang gue kenal sedikit berubah. Dan itu karena lo, Jo.” Alvin memotong.
“Dia sering melamun. Gue selalu menyadari itu setiap gue lagi sama dia. Dan gue tau apa yang bikin dia begitu. Lo, Jody. Lo yang buat dia begitu,” lanjut Alvin.
Tirta yang namanya sedaritadi dibawa dalam pembicaraan terlihat diam dan tak ingin membuka suara, seolah membenarkan perkataan Alvin.
“Gue udah mikir ini dari jauh hari. Gue ngelepas Tirta ada alasannya. Gue ngelepas dia biar dia bahagia karena gue sadar kalau bahagianya dia bukan sama gue. Gue gak mau terus menahan Tirta sementara di luar sana dia bisa menemukan kebahagiaannya.”
Netra Jody berpaling sejenak ke arah Tirta yang kini tertunduk dalam setelah mendengar perkataan Alvin.
“Jo,” panggil Alvin. “Gue punya permintaan dan ini wajib buat lo.”
Jody tidak bersuara. Ia sengaja diam, menanti perkataan Alvin yang berikutnya.
“Gue minta ke lo buat jagain Tirta, lindungi Tirta, dan buat Tirta bahagia. Jangan dijauhi lagi Tirtanya, ya?”
Walaupun keinginan menolak sangat tinggi, tetapi Jody tetap menganggukkan kepalanya. Permintaan yang diajukan Alvin bersifat wajib untuk dikabulkan.
“Dan buat lo, Ta. Jangan merasa bersalah. Gue selama ini bahagia. Makasih udah kasih kesempatan buat gue untuk ngejagain lo dan berusaha bikin lo bahagia.”