Practice

cw // kiss

Setelah selesai mencuci semua piring kotor bekas digunakan untuk sarapan, Jeno mengeringkan kedua tangannya yang basah dengan lap yang tergantung di dekat tempat cuci piring.

Jika kalian berpikir bahwa Jeno telah memasak makanan seperti yang diinginkan Jaemin sebelumnya, maka jawabannya salah. Makanan telah siap untuk disantap saat Jeno tiba di condominium Jaemin.

Jeno berjalan ke arah Jaemin yang duduk di sofa malas dengan mata yang menatap lurus ke layar televisi. Sedikit melihat acara yang tengah ditampilkan di televisi melalui ekor matanya sembari melangkah.

Jeno mengambil tempat di sebelah Jaemin, masih menyisakan jarak beberapa centimeter.

Jaemin langsung mengalihkan atensinya dari televisi saat tempat di sebelahnya diisi. “Udah kelar nyucinya?”

Jeno mengangguk tanpa melihat ke arah Jaemin.

Setelahnya tidak ada percakapan yang terjadi dari kedua makhluk adam itu. Ruang tamu sekaligus ruang menonton televisi itu hanya diisi oleh suara-suara yang berasal dari acara yang tengah ditampilkan di sebuah layar kaca berukuran 24 inch, yang sedari beberapa menit lalu menjadi pusat perhatian kedua sahabat itu.

“Gue bilang juga apa. Canggung, kan,” celetuk Jaemin.

Jeno setuju dengan ucapan sahabatnya. Dia tidak pernah mengira kalau ternyata latihan sebuah adegan dari drama akan membuatnya merasa demikian. Sebelumnya, rasa canggung ini belum pernah dirasakan olehnya saat berhadapan dengan lawan mainnya yang lain.

Lalu, mengapa dia merasa canggung dengan Jaemin yang notabene adalah sahabatnya?

“Perlu sikat gigi dulu gak?” Pertanyaan yang keluar dari bibir Jeno tidak hanya membuat dirinya merasa malu, pun juga sahabatnya.

“Kayaknya perlu. Kita abis makan.”

Keduanya secara serempak beranjak pergi dari sana. Mereka melangkah dengan canggung ke kamar mandi yang terpisah. Jeno menuju kamar mandi tamu, sementara Jaemin menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.

Sedikit menghela napas lega saat sampai di dalam kamar mandi karena Jeno selalu meninggalkan sikat gigi di tempat Jaemin. Tanpa menunggu lama dia langsung menyikat giginya sampai bersih.


Beberapa menit berlalu, tetapi suasana canggung diantara Jeno dan Jaemin masih saja kental terasa. Keduanya masih sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

“Min,” panggil Jeno yang berada di sisi kanan Jaemin. Matanya terpusat pada layar kaca yang sudah menghitam di depan.

“Iya,” sahut Jaemin pelan.

“Ini bukan kali pertama gue berlatih adegan ciuman sama lawan main gue, tapi ini kali pertama gue ngerasa canggung.”

“Gue juga sama.”

Ruangan itu kembali hening.

“Tau gak apa yang lucu?” Jeno memecah keheningan.

Jaemin menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa malas. “Gak tau. Emangnya apa?”

“Selama workshop dan syuting kita bisa saling menatap mata untuk waktu yang lama. Sekarang buat ngeliat lo aja gue gak bisa.”

Jaemin tertawa canggung. “Iya, ya. Selama ini hal itu bukan masalah buat kita.”

Hening itu kembali datang menghampiri keduanya. Sayangnya tidak dibiarkan mampir terlalu lama oleh Jeno.

“Apa gak jadi aja latihannya?” tanya Jeno seraya menolehkan kepala, memberanikan diri menatap sosok sahabat delapan tahunnya.

Merasa dipandangi membuat Jaemin ikut menolehkan kepala. Sepasang netranya bertemu pandang dengan netra sahabatnya. “Lo udah jauh-jauh ke sini. Masa iya gak jadi.”

Mata irit Jeno membola saat Jaemin semakin mendekatkan wajahnya. Sebelum ini menelan air liur merupakan hal mudah, tetapi sekarang itu masuk ke daftar hal yang paling sulit untuk dilakukan.

Tidak ada penolakan yang diberikan Jeno saat wajah Jaemin semakin dekat hingga dia bisa merasakan hembusan napas dari sahabatnya.

Dapat dilihat oleh Jeno sepasang mata Jaemin mulai menutup dengan perlahan. Jantung yang berdiam diri dibalik pelukan tulang rusuknya mulai bekerja keras memompa darah. Sebentar lagi bibir keduanya bertemu.

Sepasang mata irit Jeno langsung tertutup saat benda kenyal milik Jaemin telah menempel sempurna dengan miliknya. Tidak ada pergerakan yang terjadi di sana. Hanya sekedar berkenalan.

Dengan perlahan Jeno membuka matanya saat Jaemin menjauhkan bibirnya. Jarak wajah mereka terbilang masih dekat, meskipun tidak sedekat sebelumnya.

Jeno menatap dalam netra Jaemin yang entah mengapa terlihat indah saat ini. Satu tangannya bergerak sendiri, mengusap lembut salah satu pipi Jaemin.

Jeno menangkup wajah Jaemin dan kembali mempertemukan bibir mereka. Kali ini tidak seperti sebelumnya, keduanya sama-sama menggerakkan sepasang benda kenyal milik mereka masing-masing.

Kedua tangan Jaemin yang hanya diam di tempat kini mulai bergerak naik. Kedua tangan itu melingkar manis di leher Jeno. Sesekali meremas pelan surai hitam Jeno saat dia berusaha mendominasi.

Posisi keduanya berganti. Jaemin kini berada di atas pangkuan Jeno dengan kedua tangan Jeno yang melingkar posesif di pinggang Jaemin.

Ruangan yang tadinya hening kini diisi oleh suara sensual yang berasal dari kedua sahabat yang tengah berlatih salah satu adegan dalam drama yang akan mereka tunjukkan kepada publik.

Jeno adalah yang pertama mengakhiri latihan mereka. Napasnya sedikit terengah karena beberapa detik dia tidak menghirup oksigen dengan baik.

Tidak kalahnya dengan keadaan Jeno, Jaemin terlihat terengah dengan bibirnya yang sedikit terbuka dan wajah yang memerah.

“Ternyata kita bisa,” kata Jaemin setelah napasnya kembali normal seperti biasa.