Script Reading

Jaemin melangkah gontai ke arah ruang tamu condominiumnya sambil membawa lembaran-lembaran kertas yang sudah disatukan. Tubuhnya dengan sengaja dihempaskan ke sofa malas saat tiba di sana.

Jeno yang tengah serius melihat lembaran-lembaran kertas yang ada di tangannya terkejut saat tempat di sebelahnya diisi secara mengejutkan. Dia menoleh dan menyadari perubahan raut sahabatnya.

“Apa yang ganggu pikiran lo?” tanya Jeno tanpa basa-basi.

Jaemin menegakkan tubuhnya. Sedikit memiringkan tubuhnya agar dapat berhadapan dengan Jeno. “Ayah gue.”

Terlihat semakin tertarik dengan pembicaraan membuat Jeno meletakkan lembaran kertas yang dipegangnya. “Kenapa sama beliau?”

Jaemin merengut. “Ayah gue gak setuju gue terjun ke dunia BL drama.”

“Min, jawab dengan jujur. Sebenarnya alasan lo terima project ini selain karena gue sebagai lawan mainnya itu apa?”

“Gue mau menantang diri gue, menantang kemampuan akting gue. Selama ini gue selalu dapat lawan main perempuan. Terus kata Pak Yuta sama Kak Wendy dua karakter utama drama ini mirip sama kita.”

Raut terkejut terlihat di wajah Jeno. “Gue gak mesum, ya. Enak aja main dimirip-miripin.”

“Soal itu gue gak tau, ya. Gue belum pernah jadi pacar lo jadi gak bisa menyimpulkan. Yang dimaksud Kak Wendy sama Pak Yuta itu dua karakter utama ini diawal gak saling suka. Terus pas udah jadi teman, dua karakter ini kerjaannya ribut. Hal kecil aja bisa didebatin. Itu yang mirip kita kalau kata mereka.”

“Emang kita suka debatin hal kecil?”

Jaemin menatap malas Jeno. “Iya dan selalu lo yang mulai duluan.”

Tidak terima dengan perkataan Jaemin membuat Jeno membela diri. “Enak aja. Lo sering juga bikin gue kesel.”

Jaemin menatap sengit. “Dih? Kenapa jadi nyalahin gue?”

Jeno balas menatap sengit. “Gak suka sama fakta yang gue bilang?”

“Fakta? Itu opini lo doang.”

Jeno yang mulai tersulut langsung memegang kedua bahu Jaemin dan ditekannya hingga tubuh Jaemin menempel sempurna dengan sofa. Posisi Jeno berada di atas tubuh Jaemin yang terbaring di bawahnya.

“Ayo, bilang sekali lagi,” tantang Jeno yang sudah siap menekan-nekan bahu Jaemin.

Jaemin yang tidak takut menerima tantangan Jeno. Dia mengatakan kalimatnya yang langsung membuat tubuhnya serasa terkena guncangan hebat karena Jeno menekan bahunya berulang kali ke sofa.

Puas dengan hukuman yang diberikan, Jeno menggeser tubuhnya, membuat ruang bagi Jaemin untuk kembali duduk.

“Urusannya kita gak jadi baca naskah, deh,” gerutu Jaemin seraya merapihkan pakaiannya.

“Ayo, baca sekarang,” ajak Jeno.

Kedua makhluk adam itu secara kompak mengambil lembaran kertas milik masing-masing dan mulai membalik halaman demi halaman.

“Gila, ya. Di sini ada adegan ranjangnya.” Suara Jeno tersirat akan keterkejutan.

“Ciumannya juga lebih dari tiga kali. Rekor,” kata Jaemin.

“Denger-denger di novelnya lebih gila lagi.”

Jaemin mengangguk. Kedua netranya masih betah memandangi tinta-tinta hitam yang tercoret di atas kertas putih. “Ini buku pertamanya. Ada buku keduanya. Kalau drama ini sukses, kemungkinan akan ada season duanya.”

“Lo udah baca novelnya?” tanya Jeno tanpa mengalihkan perhatian dari kertas yang ada di depannya.

“Udah. Yang kedua juga udah.” Jaemin menyudahi kegiatan membacanya. Dia memandang Jeno yang masih berkutat dengan naskah drama. “Adegan ranjang dibuku kedua lebih dari dua kali.”

Jeno menghentikan kegiatan membacanya secara spontan dan menoleh ke arah Jaemin dengan dua mata yang dilebarkan. “Hah?!”