The Rainy Night

Suara hujan lebat yang terdengar sampai ke ruang tamu condominium Jaemin menyambut Jeno setelah dirinya keluar dari dalam kamar yang ia tempati. Petir yang beberapa kali menyambar di luar sempat mengejutkan Jeno hingga membuatnya mengumpat dalam hati.

Langkah kakinya telah berhasil membawa dirinya dengan selamat ke depan pintu kamar utama yang ada di condominium ini. Satu tangannya terangkat untuk mengetuk pintu.

Tak membutuhkan waktu lama, pintu terbuka dan menampilkan sosok yang dia puja dalam hati tengah menyembunyikan setengah tubuhnya dibalik pintu.

“Gue boleh masuk ke dalam?” tanya Jeno sebelum dirinya melangkah ke dalam kamar utama.

Anggukan singkat yang diberikan sang pemilik kamar menandakan bahwa Jeno diberikan izin untuk memasuki wilayah pribadi sang pemilik kamar.

Pintu kamar dibuka lebih lebar guna memberikan akses lebih mudah bagi Jeno untuk memasuki kamar yang didominasi warna putih dan hitam itu.

Jeno telah berada di dalam wilayah pribadi sang pujaan hati. Jantungnya, entah mengapa, mulai berdetak lebih cepat dari sebelumnya saat melihat pintu kamar ditutup oleh sang pujaan hati.

“Duduk aja di atas kasur. Gapapa, kok,” ujar Jaemin seraya berjalan mendekati tempat tidur.

Dari dalam kamar Jaemin, suara hujan dan petir yang saling bersahutan di luar sana lebih terdengar daripada di dalam kamar yang ia tempati. Salah satu faktornya karena kamar yang Jaemin tempati memiliki jendela yang mengarah keluar.

Jeno dengan perlahan menempelkan bokongnya pada tempat tidur milik sang pujaan hati. Sempat tersentak sesaat karena tak lama Jaemin ikut duduk di atas tempat tidur yang sama dan berada dijarak yang tak terlalu jauh namun tak terlalu dekat.

Sepertinya Lee Jeno harus lebih pintar lagi dalam mengontrol diri saat berada di dekat sang pujaan hati.

Waktu berlalu beberapa menit dan tak ada satu pun dari keduanya yang membuka suara. Keduanya hanya sibuk dengan pikiran masing-masing dengan kepala tertunduk.

“Jadi, Min,” kata Jeno setelah selesai peran batin, “gue ke sini mau minta izin buat meluk lo. Gue bermaksud mau menenangkan lo seperti yang lo lakukan ke gue waktu itu.”

Mata sipit itu melebar saat melihat sang pujaan hati mengangkat kepala yang sempat tertunduk, menampilkan wajahnya yang dibasahi air mata.

Rasa ingin menarik tubuh yang lebih kecil darinya ke dalam rengkuhan hangat langsung meningkat pesat. Namun, Jeno sadar kalau dirinya belum diberikan izin. Jadi, yang dia lakukan sekarang hanya melihat sang pujaan hati menangis dengan perasaan sedih.

“Kenapa?” Suara serak yang Jaemin keluarkan semakin membuat rasa pedih yang sedang mendera Jeno semakin menjadi.

“Kenapa lo mau repot-repot melakukan itu, Jeno?” Lanjut Jaemin, netranya menatap lurus netra Jeno. Penglihatannya sedikit kabur akibat air mata yang membendung di pelupuk mata.

Sedikit bingung dibuatnya karena dirinya merasa telah menjelaskan maksudnya dengan jelas sebelumnya. Namun, Jeno tetap mengatakannya lagi.

“Kenapa lo mau melakukan itu, Jen?” Adalah respon Jaemin dari pernyataan maksud Jeno.

“Karena lo—”

Menelan air liur dengan sedikit usaha sebelum melanjutkan perkataannya.

“Karena lo itu sahabat gue, Min.”

Tubuh Jeno sedikit limbung ke belakang saat Jaemin menyambar dirinya dengan cepat. Untung saja dia tidak jatuh dengan posisi menghadap langit-langit dengan Jaemin yang menimpa tubuhnya karena sang pujaan hati memeluk dirinya erat, sangat erat seolah hari esok mereka tak akan berbagi peluk lagi.

Jeno membalas pelukan itu. Dia membiarkan sang pujaan hati menenggelamkan wajah di salah satu bahunya, membasahi baju tidurnya dengan air mata.

Hatinya semakin terasa pedih saat merasakan tubuh Jaemin bergetar dalam rengkuhnya. Sang pujaan hati tengah menumpahkan tangis dengan sesegukan.

Satu tangannya bergerak untuk memberikan usapan lembut pada surai hitam Jaemin. Bermaksud untuk menenangkan.

“Gue sayang lo, Jeno.”

Gumaman yang pelan, tetapi dapat didengar oleh Jeno. Membuat pelukannya semakin mengerat.

“Gue juga sayang lo, Min.”

Di luar sana hujan dan petir masih betah bersahutan. Cuaca yang dingin kini tak begitu terasa karena keduanya terus berbagi peluk sampai keduanya terlelap dibalik selimut.