chywinggum

GF—15

Jaemin duduk di atas tanah yang tidak begitu kering namun tidak basah. Kakinya ditekuk dan kedua tangannya memeluk lutut. Matanya bergulir kesana kemari memperhatikan bagian dalam paviliun yang jauh dari kata menarik.

Di tempat yang sama Jeno sedang duduk di dalam peti mati beledunya. Kuburannya yang sempat terbuka sudah ditutup kembali. Matanya menatap Jaemin yang berada beberapa meter darinya.

“Kamu gak mau bicara gitu?” tanya Jeno yang mulai bosan dengan keheningan yang terjadi diantara mereka.

Jaemin menoleh ke arah Jeno. “Aku emang jarang bicara.”

“Duduk di sini lebih enak daripada di atas tanah, lho.”

Satu-satunya pintu yang ada di sana tiba-tiba terbuka. Sinar matahari yang tidak terlalu menyengat terlihat menyapa bagian dalam bangunan itu. Jaehyun terlihat berdiri di ambang pintu dengan satu kantung belanja berwarna hitam di tangan kanannya.

“Waktunya makan, Jeno.”

Jeno dengan cepat bergerak dari dalam peti menuju pintu. Jeno terpaksa mundur saat jarinya mengenai cahaya matahari. Sensasi terbakar itu begitu menyengat dan menyakitkan. Ringisan dari mulut Jeno terdengar setelahnya.

“Jaehyun, kamu tahu kalau dia masih baru dan bukan Daylighter. Kenapa membiarkan dia mengambil makanannya sendiri?” Jaemin yang sudah berada di sebelah Jeno mengomeli Jaehyun.

Jaemin mengambil kantung belanja dari tangan Jaehyun dan membawa Jeno ke peti matinya, menjauh dari paparan sinar matahari. Pintu itu kembali tertutup.

Jaemin mengambil tangan Jeno dan melihat jari-jarinya sedikit berubah warna kehitaman. “Ini akan sembuh sendiri tapi gak cepat.”

“Sakit.”

Jaemin sedikit memajukan jari-jari Jeno ke arahnya dan mulai meniup pelan jari-jari itu.

“Enakan?” tanya Jaemin pada Jeno yang langsung mendapat respon berupa anggukan.

“Sekarang tidur. Ini sudah waktunya,” perintah Jaemin.

“Tapi aku lapar.”

Jeno menahan satu tangan Jaemin yang sudah berdiri dan hendak pergi dari dalam peti.

“Kamu bisa minum juga.”

Jaemin menggeleng. “Aku harus menjalankan hukumanku.”

“Tapi jangan pergi dari sini.”

“Kamu mau nyiksa aku lebih parah?”

Jeno melepas pegangannya pada tangan Jaemin. “Kamu boleh kembali ke tempatmu.”

Jaemin sedikit tidak tega. Ia kembali duduk di samping Jeno. Satu tangannya terjulur untuk mengambil satu kantung darah dari dalam kantung belanja. Ia menyerahkan kantung darah itu pada Jeno.

“Gak mau,” ucap Jeno seraya menggelengkan kepalanya.

“Jen, kamu harus makan.”

“Aku mau nemenin kamu jalanin hukumanmu.”

Jaemin sedikit kesal dibuatnya. Ia membuka kantung darah itu. Rasanya ia ingin melahap habis semua darah yang ada di sana dalam sekali teguk. Ia belum makan dari semalam.

“Cepat minum.”

Jeno mengambil kantung darah itu dan kembali menutupnya. “Aku bilang aku gak mau.”

“Kenapa kamu keras kepala, sih?”

Jeno tidak menjawab. Ia memilih mengembalikan kantung darah itu ke dalam kantung belanja dan menaruhnya di samping peti.

“Kamu tidur di sini.”

Jaemin mengangkat alisnya saat Jeno bangun dan sudah berada di luar peti.

“Ini petimu, Jeno. Kamu yang harusnya tidur di sini.”

“Aku pernah hidup susah dan tidur di lantai. Jadi, ini gak masalah.”

“Lantai sama tanah beda, Lee Jeno.”

“Aku ini udah pernah merasakan mati dan dikubur kalau kamu lupa.”

“Aku juga.”

Jeno terlihat memijat ruang yang ada di antara kedua alisnya. “Oh, Tuhan—tunggu. Aku bisa mengatakan Tuhan?”

Jaemin memutar bola matanya. “Iya. Kamu pikir vampir gak bisa bilang gitu?”

Jeno menguap cukup lebar dan ia lupa untuk menutup mulutnya.

“Lihat siapa yang sudah mengantuk,” ujar Jaemin.

Jeno kembali masuk ke dalam peti matinya. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Peti mati itu tertutup dengan Jeno dan Jaemin yang berada di dalam. Posisi keduanya berbaring menyamping dengan Jeno yang memeluk Jaemin dari belakang.

“Selamat tidur.”

GF—14

Keduanya telah kembali ke perpustakaan setelah Jeno berhasil mengendalikan kemampuan yang dimilikinya dengan baik. Harus Jaemin akui bahwa Jeno merupakan pemula yang hebat. Dan Jeno termasuk vampir yang kuat.

“Sekarang aku akan mengajarkanmu satu kemampuan vampir yang menurutku hebat.”

Jeno seperti murid yang teladan. Ia duduk dengan kedua tangan dilipat di atas meja, mendengarkan dengan baik Jaemin yang berbicara di depannya.

“Nama kemampuan vampir ini adalah encanto. Kamu dapat membuat objek terpesona dan tergila-gila padamu, kamu dapat mengontrol pikiran mereka, dan kamu dapat menghapus sebagian ingatan mereka yang ingin kamu hapus.”

“Wow!” Jeno tidak bisa tidak terkesan mendengar tentang kemampuan yang kini ia miliki.

“Tapi encanto ini tidak dapat digunakan untuk vampir.”

Jaemin berjalan ke arah Jeno yang memandangnya. Ia duduk di atas meja, membuat kedua tangan Jeno mau tak mau menyingkir dari sana.

Jaemin mengangkat tangan kanannya hingga sebatas mata. “Angkat tanganmu seperti ini. Jangan terlalu tinggi. Pastikan objek melihat jari-jarimu.”

Jeno melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh Jaemin. Ia mengangkat tangannya namun tidak terlalu tinggi.

“Kemudian gerakan jari-jarimu seperti ini.” Jaemin menggerakkan jari-jarinya dengan pelan.

“Ini untuk membuat objek terpesona dan tergila-gila padamu.”

Jeno yang tadinya akan menggerakkan jarinya malah memilih memandang Jaemin. “Jadi, kamu melakukan ini padaku malam itu?”

Jari-jari Jaemin berhenti bergerak. Tangannya yang terangkat telah diturunkan. Kepalanya mengangguk dan tertunduk sejenak. “Maaf.”

Jeno memegang dagu Jaemin dengan satu tangannya dan membuat kepala yang tertunduk itu menghadapnya. “Gak perlu minta maaf.”

Kedua pasang mata itu saling memandang. Mereka saling menyelami keindahan dimasing-masing mata mereka untuk waktu yang tidak sebentar.

“Jeno.” Jaemin berkata saat Jeno memajukan wajahnya. “Kita sedang belajar.”

Jaemin menjauhkan wajahnya, membuat pegangan tangan Jeno yang berada di dagunya terlepas.

“Kamu tidak perlu mengucapkan mantra setiap ingin melakukan encanto. Cukup tatap mata objek selama lima detik.” Jaemin memberi penjelasan.

“Untuk mengontrol pikiran dan menghapus ingatan, bagaimana caranya?”

Jaemin mengangkat kedua tangannya dan meletakkan kedua tangannya di masing-masing sisi kepala Jeno. “Ini untuk menghapus ingatan. Misal, kamu ingin menghapus ingatan objek tentang dirimu. Cukup katakan, lupakan semua ingatanmu tentang aku.”

Jaemin menyadari tangannya ditimpa oleh tangan Jeno. Tangannya mendapat usapan lembut setelahnya.

Jeno memandang Jaemin dengan pandangan penuh kasih sayang. “Lalu, untuk mengontrol pikiran?”

“Kamu gak perlu memegang objek ataupun mengangkat tanganmu dan menggerakkan jari-jarimu. Kamu cukup menatap mata objek hingga matamu berpendar kemerahan, kalau kata mereka yang melihat.”

“Bagaimana aku tahu kalau mataku bercahaya?”

“Kamu akan merasakan sensasi hangat di bagian kepala.”

Jeno tersenyum lembut, kedua tangannya masih mengusap lembut tangan Jaemin yang belum berpindah dari kedua sisi kepalanya. “Terima kasih untuk pelajaran hari ini, Cupcake.”

Jaemin memperhatikan kedua tangannya yang dibawa ke dalam genggaman Jeno. Kedua tangan itu dikecup ringan secara bergantian.

Jaemin sedikit tersentak saat kedua tangannya ditarik Jeno. Jarak wajahnya dengan wajah Jeno menjadi sangat dekat hingga terkadang hidung mancungnya bersentuhan dengan hidung mancung Jeno.

“Jaemin. Kita harus berbicara.”

Jaemin memundurkan tubuhnya dan otomatis wajahnya menjauh dari wajah Jeno. Ia menoleh ke arah Jaehyun yang berada di ambang pintu perpustakaan.

“Baiklah.”

Bertemu Langsung

Jody menjulurkan kedua kaki panjangnya, menggerakkan ke atas dan ke bawah, bibirnya yang dikerucutkan tak berhenti mengeluarkan suara yang lebih terdengar seperti melodi. Buku tulis dengan sampul putih dari kalender tidak pernah terlepas dari tangan kanannya. Matanya tak henti menatap orang-orang yang berlalu-lalang.

Suara yang Jody hasilkan dari mulutnya telah hilang, kedua kakinya yang terjulur telah ia tekuk saat sosok Tirta dengan almamater biru gelap, celana bahan berwarna cokelat gelap dan kemeja flanel yang tertutup almamater terlihat di ujung koridor. Sebuah kantung plastik bening terlihat di tangan kanannya.

Jody mengambil ponsel pintarnya yang berada di atas kursi sebelah kirinya, membuka kunci ponsel dan pura-pura memainkan ponsel itu. Jari-jari kirinya bergerak lincah di atas layar, semakin membuat yakin kalau Jody tidak sedang berpura-pura.

“Jo.”

Jody memejamkan kedua matanya. Suara itu, suara yang ia rindukan, memanggil namanya. Sebelumnya ia memang berpapasan dengan Tirta, tidak ada pertukaran kata yang terjadi. Lalu ia memperhatikan Tirta dari kejauhan dan sempat mendengar suara tertawa Tirta.

“Iya, Ta.” Jody telah membuka kedua matanya dan menatap Tirta yang masih berdiri di sebelah kirinya.

Sebuah kurva melengkung terbentuk di wajah Tirta saat matanya beradu dengan mata Jody. Lengkungan kurva itu tak bertahan lama, ia merogoh kantung plastik bening yang ada di tangannya dan mengeluarkan sebuah botol Nu Green Tea rasa Jasmine. Ia menyodorkan botol itu pada Jody. “Ini minuman gak sehat kesukaan lo.”

Jody mengeluarkan tawa pelannya, tangan kanannya yang sudah tidak memegang buku tulis bersampul putih terjulur untuk mengambil botol minuman. “Makasih, Tirta.”

“Gue boleh duduk di sebelah lo gak?”

Ada kilatan sesaat di mata Jody. Ia menggeser tubuhnya, membiarkan tempat kosong itu Tirta tempati.

“Makasih, Jo.” Tirta mengambil satu botol yang berada di dalam kantung plastik bening, ia memutar tutup botolnya dan meminum isi botol itu.

Jody memperhatikan Tirta yang sedang meminum air mineral. “Udah lama gak lihat lo secara langsung gini, Ta.”

Tirta menghentikan kegiatan meminum airnya setelah dirasa cukup. Ia menutup kembali botol bening itu dan menaruh di tempat kosong yang ada di kursi panjang.

“Gue berubah gak menurut lo?” tanya Tirta dengan wajah yang mengarah pada Jody.

“Iya. Tapi jadi lebih manis dan ganteng.”

“Jadi, gue manis apa ganteng?”

“Lo manis daridulu, Ta.”

Percakapan terhenti disitu. Tirta tidak mengeluarkan sepatah katapun, begitu pula dengan Jody. Ia memikirkan ucapannya di dalam hati, sedikit mengutuk diri sendiri karena berucap demikian.

“Lo ganteng daridulu. Dan sekarang makin ganteng.”

Jody sedikit terkesiap mendengar penuturan Tirta. Lelaki itu terlihat tidak ada penyesalan setelah mengatakan demikian, seolah memang ia ingin mengatakannya pada Jody.

Dering ponsel Tirta membuat keduanya tersentak. Pemilik ponsel segera merogoh saku kanan almamaternya dan mengeluarkan ponsel itu. Ibu jarinya terlihat bergerak dari kiri ke kanan di atas layar, dering ponsel berhenti. Ia membawa ponsel itu mendekat ke telinga kanannya.

“Halo.”

Jody kembali memusatkan perhatiannya pada ponselnya. Ia tidak ingin mencuri dengar pembicaraan Tirta dan seseorang di seberang sana, walaupun suara Tirta terdengar jelas di telinganya.

“Jo, sorry gak bisa lama-lama, nih. Gue ada panggilan suruh kumpul panitia. Gapapa kalau gue tinggal?”

Jody menatap Tirta yang juga tengah menatapnya. “Gapapa. Lagian gue emang sendirian daritadi di sini.”

“Teman-teman lo lagi pada sibuk nyari tanda tangan, ya?”

Jody mengangguk.

Tirta bangkit dari kursi panjang, tangan kanannya terjulur untuk menepuk pelan bahu kiri Jody. “Sampai ketemu lagi.”

[Nomin | Drabble ]

Pintu utama terbuka dan menampakkan sosok Jeno dengan wajah lelahnya masuk ke dalam. Ia tidak lupa untuk menutup kembalu pintu itu.

“Hai, sayang.” Jeno mengecup singkat pipi Jaemin yang tengah berkutat dengan pisau dan sayuran.

“Hai. Maaf tidak menyambutmu. Aku sedang sibuk di sini.” Jaemin berkata sambil memotong-motong sayuran.

“Tidak masalah.”

“Jeno.” Jaemin menghentikan acara memotong sayuran. Ia mengalungkan kedua tangannya di leher Jeno. “Kau ingin mandi?”

Jeno langsung meletakkan kedua tangannya di pinggang Jaemin. “Iya. Aku berkeringat.”

“Bagaimana kalau mandi berdua?” tawar Jaemin dengan senyuman penuh arti.

Jeno mengangkat tubuh Jaemin, membawanya ke dalam gendongan gaya bridal. “Penawaran yang bagus.”

Jeno bergerak menuju kamar mandi dengan Jaemin yang sedikit mengeratkan pegangannya di leher Jeno.

[ ー @forjynm ー ]

Suara desahan terdengar hampir memenuhi seluruh penjuru rumah yang berada di dalam hutan.

Suara siapa lagi kalau bukan suara pangeran vampire kita, Na Jaemin.

Sudah kesekian kalinya Jaemin dan Jeno bermain dibanyak tempat yang ada di dalam rumah dengan berbagai gaya.

Selama melakukan hubungan intim, Jaemin selalu melarang Jeno melakukannya di kasur. Takut kalau kasur akan rusak. Tahu sendiri tenaga seorang alpha yang sedang dalam masa rut.

Dan ada satu lagi larangan yang Jaemin terapkan pada Jeno.

Tidak diperbolehkan mengeluarkan cairan cintanya di dalam Jaemin.

Kecuali kalau hubungan mereka sudah mendapat restu.

“Angh, Jen. Punyamu terlalu dalam ngh.”

Jeno terus menghujam Jaemin. Tidak peduli jika si pangeran vampire itu akan kelelahan dan pingsan. Yang penting hasratnya terpenuhi.

Jaemin yang posisinya berada di atas meja makan hanya bisa pasrah menerima hujaman yang diberikan kekasih serigalanya.

Jeno sedikit menundukkan tubuhnya untuk meraup bibir pucat Jaemin dan membawanya ke dalam sebuah ciuman panas.

Kedua tangan Jaemin terangkat dan dikalungkan dileher Jeno.

“Aahh ahh, Jeno!”

Jaemin semakin tidak karuan kala Jeno menumbuk titik sensitifnya berulang kali hingga akhirnya dirinya mencapai puncak kenikmatan dari kegiatan panas itu.

“Jeno,” panggil lirih Jaemin.

“Iya, ma chèrie?”

“Kenapa rasanya perutku hangat?”

Jaemin mencoba melihat bagian bawahnya dan langsung memarahi kekasih serigalanya setelahnya.

“Lee Jeno, kenapa tidak dikeluarkan diluar!?”

“Oh, shit. I am sorry. I forget.”

...

Pagi pun tiba dan Jeno adalah yang pertama terbangun. Dirinya terbangun karena mencium feromon yang sangat manis dan cukup memabukkan.

Dilihatnya ke samping. Sosok Jaemin masih tertidur pulas di dalam balutan selimut.

“Tidak, Jen. You have him. Jangan coba-coba untuk mencari si pemilik feromon ini.”

Jeno berulang kali menampar pipinya untuk menyadarkan.

Sialnya aroma feromon itu makin tercium dan membuat Jeno menggeram. Tanpa pikir panjang Jeno langsung berlari keluar rumah yang dulunya milik ayahnya dengan wujud serigala untuk mencari si pemilik feromon memabukkan itu.

Tak butuh waktu lama Jeno berhasil menemukan siapa pemilik feromon itu. Seorang lelaki dengan wajah manis yang sedang merintih dibalik pohon besar.

Jeno tahu dia sedang dalam masa heatnya.

Dengan perlahan Jeno mendekat. Aroma feromon semakin tercium kuat.

Dengan persetujuan si omega, Jeno langsung melakukan penyatuan dengannya.

[ ー @forjynm ー ]

Johnny dan Donghyuck sudah bersiap untuk mengantar si anak gadis berkuncir dua. Jaemin terlihat masih berada di sana dan sepertinya ingin pergi juga.

“Kamu mau pulang?” Tanya Johnny pada Jaemin.

Jaemin menggelengkan kepalanya pelan. “No. Jaemin mau balik ke tempat temannya Jaemin.”

“Temanmu yang sedari tadi bersembunyi dibalik pohon itu?” Tanya Johnny seraya telunjuknya mengarah pada sebuah pohon besar yang cukup jauh dari rumahnya.

Jaemin hanya bisa membolakan matanya. Tidak ia duga bahwa Jeno akan ketahuan.

“Temannya Jaemin apa gamau keluar?” Johnny dengan suara yang cukup lantang.

Jaemin dalam hati berharap agar Jeno tetap di tempatnya dan tidak menunjukkan dirinya. Yah harapan Jaemin harus pupus ketika Jeno terlihat berjalan mendekat ke arah dirinya dan juga Johnny serta Donghyuck.

Donghyuck sendiri terkesiap melihat si teman Jaemin.

“Siapa namamu?” Tanya Johnny.

“Jeno.”

Johnny hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengajak Donghyuck beserta anak kecil berkuncir dua untuk pergi. Namun sebelum itu Johnny kembali berucap.

“Jaemin, lain kali bawalah bajunya ketika ia bertransformasi menjadi serigala.”

Jaemin hanya melongo mendapati perkataan Johnny.

“Harusnya tadi kamu tutup mata anak ini, Hyuckie.” Sayup-sayup suara Johnny masih terdengar di telinga Jaemin dan Jeno.

“Prince?”

Jaemin tersadar. “Iya?”

“Kamu mau pulang atau ke rumah itu?”

“Ke rumah itu. Kamu 'kan belum mendapat apa yang kamu mau.”

Jeno menggeram rendah. Suara kekasihnya terdengar menggoda ditelinganya. Langsung saja ia berubah kembali menjadi wujud serigalanya dan mengajak Jaemin untuk naik ke punggungnya.

[ ー @forjynm ー ]

Jaemin sudah berada disebuah rumah yang terbilang cukup mewah yang lokasinya berada ditengah hutan dan jarang diketahui banyak orang.

Jaemin terus memandangi pintu utama yang langsung mengarah keluar rumah. Si pangeran terlihat sedang menunggu kedatangan seseorang.

Ceklek

“Süsser!”

Wajah murung Jaemin berubah sumringah kala Jeno menampakkan dirinya. Jaemin langsung berlari dan memeluk Jeno yang terlihat sedang tidak bersahabat.

“Are you... okay?” Tanya Jaemin pada Jeno sambil menangkup pipi Jeno dengan kedua tangannya.

Yang ditanya bukannya memberi jawaban malah mendorong kasar tubuh Jaemin hingga membuat Jaemin tersungkur.

“Jeno, what's wrong with you?!”

Sorot mata kesedihan tampak terpancar dari kedua bola mata Jaemin.

Jeno mengangkat satu telunjuknya dan menaruhnya di depan bibir. “Sst.”

Jaemin langsung menangkap maksud Jeno. Sebagai vampire origin tentu saja kemampuan semua panca inderanya sangat bagus. Kuping Jaemin dapat mendengar sesuatu.

“Shit.”

Kata umpatan keluar dari bibir pucat Jaemin ketika aroma wangi darah masuk ke dalam indera penciumannya. Seketika kedua matanya berubah warna menjadi merah.

“Bagaimana bisa manusia sampai ke sini?” Tanya Jaemin pada Jeno dengan pelan.

Jeno hanya mengedikkan bahunya.

“Apa kamu ingin minum?”

“Tentu saja, Süsser.”

Tak butuh waktu lama mereka berdua keluar dari rumah itu dengan kedua mata Jaemin yang berubah warna merah dan Jeno yang sudah berubah menjadi sosok serigalanya.

“Prince, get on my back.”

Jaemin langsung naik ke punggung Julian, transformasi serigala Jeno.

[ ー @forjynm ー ]

Donghyuck dengan ditemani Jaemin sedang memperhatikan seseorang dari jarak pandang yang jauh, untuk ukuran manusia.

“Gue mau ke sana.”

Jaemin dengan cepat menoleh.

“Jangan.”

“Jaemin, gue kangen papa.”

Jaemin tidak tega melihat raut wajah dan sorot mata Donghyuck saat ini. Dengan berat hati Jaemin mengikuti Donghyuck dari belakang dengan payung hitam yang ia genggam.

Jaemin berusaha keras menahan rasa hausnya ketika aroma darah tercium oleh indera penciumannya.

Akhirnya mereka berdua sampai di depan pintu rumah seseorang yang merupakan Papa dari Donghyuck.

Pintu rumah pun tak lama terbuka setelah diketuk beberapa kali dan menampilkan sosok Ten dengan wajah yang kurang bersahabat.

“Papa.”

Jaemin lagi-lagi harus berusaha menahan keinginannya untuk menghisap habis darah seseorang yang berada dihadapannya ini.

“Aku bukan papamu.”

Jaemin sedikit terkejut mendengar nada bicara Ten yang dingin. Matanya melirik ke samping dimana Donghyuck berada.

“Papa, ini aku Donghyuck.”

Walaupun wajah Donghyuck dingin dan menyeramkan tetapi airmata terlihat jatuh dari kedua matanya.

“Daddy, ada siapa?”

Seorang gadis kecil yang dikepang dua terlihat mendekat. Jaemin simpulkan bahwa anak ini adalah anak Ten karena anak ini memanggil Ten dengan sebutan Daddy.

“Pergi,” ujar Ten pada Jaemin dan Donghyuck.

“Dad, kenapa malah mengusir tamu?”

Ten melihat anak gadisnya. “Mereka berbahaya, darl.”

“Ada apa ribut-ribut?”

Sesosok wanita muncul dari dalam rumah.

“Kenapa tidak disuruh masuk, hun?” Tanya wanita itu pada Ten.

“Mereka orang asing. Tidak baik menyuruh orang asing untuk masuk ke dalam rumah.”

Nada bicara Ten terdengar tidak bersahabat jika membicarakan dua vampire yang ada di depan rumahnya.

Ten menyadari jika kedua mata Jaemin berubah warna menjadi merah. Langsung saja ia menyuruh anak dan istrinya untuk masuk ke dalam.

“Donghyuck, temanmu akan menghabisi nyawaku dan keluargaku.”

Donghyuck menolehkan kepalanya ke samping dan mendapati mata merah Jaemin.

“Prince.”

Satu sentuhan dari Donghyuck menyadarkan Jaemin.

“Maaf, gue haus.”

Ten akan menutup pintu rumahnya namun sebelum itu Donghyuck berujar.

“Papa, aku menyayangi papa. Daddy juga sangat menyayangi papa.”

🔞

Adit dan Naya telah selesai melaksanakan resepsi pernikahan mereka yang diselenggarakan di sebuah gedung yang bertempat tak jauh dari tempat tinggal Naya.

Ya Adit dan Naya telah resmi menyandang status suami suami.

Kini mereka berdua telah berada di dalam kamar yang sama dan dengan aura canggung yang menyelimuti.

“Kamu wangi, Nay.”

Pujian yang dilontarkan Adit membuat Naya yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk menghentikan aktivitasnya. Kepala Naya sedikit menoleh untuk melihat Adit.

“Makasih.”

Lagi, mereka berdua kembali diam. Seharusnya jika sesuai bayangan Adit mereka sudah menikmati malam pertama yang panas.

Tapi Adit tidak bisa membayangkan seorang Naya menjadi binal.

“Ouch!”

Adit langsung menghampiri Naya yang terjatuh. Diusapnya pelan lutut Naya yang memerah dan sesekali ditiup.

“Lutut, jangan sakit lagi.”

Tingkah Adit membuat Naya menyunggingkan senyuman manisnya. Suaminya terlihat lucu.

“Apa kamu senyum-senyum?”

“Gapapa. Kamu lucu aja.”

“Lucuan kamu kemana-mana, Nay.”

Sentilan pelan Adit layangkan pada hidung mancung Naya dan membuat Naya bukannya mengaduh malah terkikik pelan.

Tiba-tiba kedua tangan Naya sudah terkalung dileher Adit yang mana membuat Adit terkejut.

“Aku tau kamu mau apa.” Naya berucap dengan matanya yang menatap lurus mata Adit.

Adit kembali dikejutkan oleh tingkah dari Naya. Naya mencium bibirnya dan bahkan melumatnya.

Oke, jangan salahkan Adit jika Naya besok tidak bisa berjalan dengan benar.

  • * *

Bunyi kulit yang beradu terdengar memenuhi kamar pengantin baru. Tak jarang sesekali ranjang pun ikut berdencit menandakan jika pergerakan dari kedua insan semakin cepat.

Peluh sudah membasahi keduanya, menandakan kalau mereka sudah cukup lama melakukan kegiatan ini.

“A-ahh Adit pelan-pelan.”

Tidak hanya sekali dua kali Naya memohon pada suaminya untuk memelankan gerakannya. Ini adalah yang pertama bagi Naya dan wajar Naya merasa kesakitan.

“Iya, maaf. Abis kamu ketat banget, sayang.”

Adit sedikit merendahkan tubuhnya untuk mengelap peluh yang membasahi wajah suami manisnya itu. Kemudian dikecupnya sayang kening Naya.

“Adit!”

Naya memekik ketika milik Adit berhasil menyentuh titik sensitifnya di dalam sana. Pandangannya mulai sedikit mengabur karena Adit terus menerus menyentuh titik sensitifnya.

Tak butuh waktu lama akhirnya mereka mencapai pelepasan. Napas keduanya memburu.

Adit memaut bibir Naya yang menurutnya manis seperti madu sebelum mengeluarkan miliknya dari sarang.

“Cepet muncul dedek bayi di sini. Biar kakak Kavin punya temen main.”

Naya ingin tertawa melihat Adit yang mengusap dan mencium perutnya setelah mengatakan demikian, tapi tubuhnya terlalu lelah.

“Sebenernya aku bisa main beronde-ronde. Cuma kamu 'kan pemula, jadi aku batasin.”

“Iyaa yang udah expert.” Naya dengan memutar bola matanya.

“Tapi dari sekian banyak orang yang tidur sama aku, aku paling suka sama kamu.”

Naya mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa?”

“Karena... kamu manis.”

Naya meraih guling untuk menimpuk Adit.

“Apa, sih.”

“Ampun, sayang.”

Naya langsung meraih selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos. Udara dingin yang berasal dari pendingin ruangan mulai terasa.

“Ada untungnya aku nitip Kavin ke mama.”

Setelahnya, Adit bergabung di dalam selimut bersama Naya dan mereka pun terlelap secara bersamaan.

Surat Kecil Dari Naya Untuk Yeji

Halo, Yeji.

Ini Naya, mantan tunangannya Jeno. Pasti tahu kan yang mana orangnya hahaha.

Naya mau minta maaf sama kamu karena udah jahat banget. Naya selalu berusaha bikin kamu ga bahagia karena kesalahan mamamu.

Mama kamu orang yang ngerebut ayah aku.

Jadi kamu udah tau kan siapa yang neror kamu?

Aku tulis surat ini mau minta maaf sama kamu sekalian minta tolong boleh?

Aku mau mau minta tolong jagain Jeno. Bikin dia bahagia. Kalo dia ngajak nikah, terima!

Aku selain jahatin kamu juga jahatin Jeno.

Maafin Naya ya.

Kamu mau kan bantuin Naya untuk ilangin rasa bersalah Naya ke Jeno?

Maaf ya aku cuma bisa lewat surat bilangnya. Karena sekarang aku udah ada di Jerman buat operasi.

Aku ga tau operasinya bakalan berhasil atau malah gagal. Kalo berhasil aku seneng banget kalo gagal ya kamu tau sendiri lah ya.

Aku juga gatau kalo aku bakalan balik ke Indo apa engga kalo operasinya berhasil.

Pokoknya aku minta tolong ya Ji.

Salam sayang dan maaf dari Naya untuk Yeji dan Jeno.